Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam aspek pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara sangat penting. Keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh.
Keterampilan berbicara ini merupakan seni berbicara yang dimiliki seseorang secara alami ataupun menggunakan latihan khusus. Kompetensi bahasa dan sastra Indonesia dalam aspek berbicara mengisyaratkan agar siswa dapat berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan, dalam berbagai bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan (Depdiknas, 2003:3).
Salah satu kompetensi dasar yang diberikan kepada siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara adalah menceritakan kembali isi cerita fantasi yang dibaca dan didengar. Salah satu hasil penjabaran dari kompetensi dasar tersebut adalah kompetensi dasar bercerita. Kompetensi dasar ini dianggap tercapai apabila indikator yang diisyaratkan dapat terpenuhi.
Indikator tersebut adalah siswa dapat menceritakan kembali isi teks cerita fantasi yang dibaca dan didengar yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif sehingga menarik pendengar.
Namun kenyataannya kemampuan bercerita siswa di kelas VII C SMP Negeri 7 Wonogiri tahun pelajaran 2018/ 2019 sebagai sarana mengungkapkan gagasan secara sistematis dan komunikatif masih rendah dan perlu ditingkatkan. Sebagai guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengampu kelas VIIC, penulis mengupayakan alternatif solusi dari permalahan tersebut. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar ini disebabkan kurangnya minat siswa terhadap kegiatan berbicara. Selain itu, kemampuan siswa dalam memilih kosakata yang tepat, menggunakan struktur kalimat yang baik, menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif yang menarik, masih kurang sehingga perlu ditingkatkan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam menceritakan kembali isi cerita fantasi adalah dengan pendekatan pair checks. Pendekatan pair checks dapat mengatasi kesulitan dalam menceritakan kembali isi cerita fantasi yang dibaca atau didengar siswa di kelas VIIC SMP Negeri 7 Wonogiri, tahun pelajaran 2018/2019. Dengan penerapan pendekatan pear checks dapat menarik perhatian, meningkatkan keantusiasan dan aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Siswa memperhatikan penjelasan dari guru di saat guru memberikan penjelasan materi tentang cerita fantasi. Dalam pembelajaran tersebut guru akan mengaitkan antara materi yang akan diajarkan dengan bentuk kerjasama bersama teman sebangku (pembelajaran siswa berpasangan) dengan dipilihkan guru. Siswa secara berpasangan dengan teman sebangku membaca dan memahami isi cerita teks fantasi, sebelum praktik bercerita. Menurut Huda (2013: 211) pendekatan pair check merupakan model berkelompok yang saling berpasangan yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan. Model ini juga melatih tanggung jawab sosial siswa, kerja sama, dan kemampuan memberi penilaian.
Terbukti dengan penerapan pendekatan pair check, aktivitas dan hasil belajar siswa dalam menceritakan kembali isi cerita teks fantasi dapat meningkat dengan signifikan. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan nilai siswa. 100 persen siswa tuntas KKM. Selain itu, aktivitas belajar siswa juga sangat tinggi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran pair checks adalah strategi sederhana yang dapat dipakai untuk mempraktikkan suatu keterampilan atau prosedur dengan teman belajar. Tujuannya adalah untuk meyakinkan masing-masing pasangan dapat melakukan keterampilan dengan benar.
Susiami Wulandari, M.Pd
SMP Negeri 7 Wonogiri