Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan mata pelajaran penyempurnaan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang semula dikenal dalam Kurikulum 2006. PPKn sendiri mempunyai fungsi sebagai mata pelajaran yang memiliki misi pengokohan kebangsaan dan penggerak pendidikan karakter. Namun, selama ini pembelajaran PPKn kurang menarik, sehingga siswa cenderung bosan. Pembelajaran juga dirasa kurang menantang karena banyaknya materi yang bersifat hafalan, sehingga di akhir pembelajaran penilaian PPKn rendah. Siswa juga menganggap pembelajaran PPKn kurang menekankan aspek penalaran sehingga minat belajar siswa minim. Beberapa siswa juga tidak memiliki keinginan untuk bertanya. Hal ini terjadi SDN Pitrosari, siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran PPKn.
Menurut Suyadi (2009 : 83 ) karakteristik anak-anak usia sekolah dasar adalah anak ynag suka bermain. Dunia anak adalah dunia bermain dan belajarnya anak yang sebagian besar melalui permainan dilakukan. Bermain memiliki fungsi sebagai sarana refreshing memulihkan tenaga seseorang setelah lelah belajar dan dihinggapi rasa jenuh. Untuk itu, agar pembelajaran menarik dan siswa terlibat maka pembelajaran harus ada sentuhan permainan. Salah satunya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.
Apakah model pembelajaran make and match itu ? Model pembelajaran make and match adalah sistem pembelajaran kooperatif yang mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerjasama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59). Tujuan dari pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe make and match adalah untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok (Fachrudin, 2009 : 168). Dengan menggunakan metode ini pada pembelajaran PPKn anak merasa lebih senang dan tidak membosankan. Penerapan model ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah awal, guru menjelaskan tentang materi nama agama, kitab suci, tempat ibadah dan hari besar keagamaan. Langkah selanjutnya dengan penggunaan model make a match, yaitu guru membagikan kartu pada tiap siswa yang berisi nama agama, kitab suci, hari besar atau tempat ibadah. Mereka diberi kesempatan selama beberapa menit untuk mencari tiga anggota lain yang sesuai dengan instruksi yang diberikan. Setelah semua kelompok mendapat anggota , kartu-kartu tersebut disusun pada sebuah kertas yang disediakan. Susunan kartu tersebut harus membentuk keterangan dari tiap-tiap agama. Bagi kelompok yang lebih dahulu berhasil menyusun kartu tersebut, diberi tambahan poin. Diakhir pembelajaran hasil kegiatan tersebut, dicatat dalam sebuah kertas sehingga menjadi sebuah kesimpulan.
Pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa model pembelajaran make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka. Proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali, pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Sependapat dengan para ahli, model pembelajaran kooperatif tipe make a match membuat suasana pembelajaran lebih hidup. Siswa menjadi lebih cepat berpikir, serta menumbuhkan sikap kerjasama diantara anggota kelompok. Selain itu model pembelajaran ini sangat cocok dengan karakteristik anak sekolah dasar yang senang bermain.
Sri Rejeki, S.Pd.SD
Guru SDN Pitrosari Temanggung