Upacara tradisi sebagai aset budaya daerah yang sampai sekarang masih diperingati oleh sebagian besar masyarakat Surakarta, mempunyai cerita rakyat yang melatarbelakangi penyelenggaraannya. Cerita rakyat yang terkandung dalam upacara tradisi sekaten di Surakarta terbentuk dari unsur intrinsik yang mengandung nilai budaya, sosial, agama, ekonomi, dan pendidikan. Cerita rakyat tersebut perlu penyebarluasan serta pendokumentasian agar kemurnian cerita aslinya tidak punah.
Dengan mengusung slogan The Spirit of Java seolah semakin menguatkan nuansa adat budaya dan tradisi yang masih sangat kental di Surakarta. Surakarta memang masih menjaga baik adat budaya dan tradisi yang diwariskan para leluhur. Tidak heran apabila suasana budaya masih terasa kuat ketika Anda berkunjung ke Kota surakarta. Surakarta memiliki kalender tetap melaksanakan beberapa upacara acara budaya. Salah satu warisan abadi Surakarta yang masih dipertahankan sampai sekarang adalah Sekaten. Sekiaten merupakan upacara perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Seakten selalu dilaksanakan menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sekaten diambil dari bahasa Arab Syahadatain yang artinya dua kalimat sahadat. Kalimat sahadat merupakan kalimat yang dibaca ketika seseorang masuk agama Islam. Sebenarnya tradisi sekaten sudah sejak masa Kasultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa yang dipelopori oleh Wali Songo.
G.P.H. Puger dalam bukunya Sekaten (2002:1) menjelaskan tentang asal mula sekaten dan perayaan yang yang diadakan tiap tahun baik di Surakarta maupun Yogyakarta. Sekaten di mulai pada zaman Demak yaitu zaman dimulainya kerajaan Islam di tanah Jawa karena orang Jawa pada waktu itu menyukai gamelan maka pada hari raya Islam yaitu hari lahirnya Rasulullah di Masjid Agung Surakarta dipukul gamelan.
Banyak sekali nilai-nilai moral yang terkandung dalam perayaan sekaten di Surakarta, diantaranya nilai agama, nilai budaya, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai pendidikan.
Nilai agama yang terkandung dalam perayaan sekaten adalah bahwa orang zaman dulu menyukai gamelan maka pada saat perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW di Masjid diadakan penabuhan gamelan agar masyarakat tertarik. Jika masyarakat sudah berkumpul lalu diberi pelajaran tentang agama islam. Maka para wali pun menciptakan seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai sekati. Sampai saat ini saat perayaan kelahiran Nabi, dipukul gamelan di Masjid Agung dan banyak masyarakat datang untuk mendengarkan gamelan tersebut.
Nilai sosial yang terkandung dalam perayaan sekaten Surakarta adalah bahwa sekaten ini memiliki aneka fungsi sosial bagi masyarakat Surakarta. Hal ini dapat dilihat dari agenda yang dilaksanakan dan menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Hiburan yang disiapkan panitia menjadi pemersatu sosial kemasyarakatan. Sekaten juga merupakan ajang interkasi sosial masyarakat. Sekaten dapat dirasakan oleh semua kalangan tanpa memandang status sosial dengan esensi memelihara perdamaian dan solidaritas.
Seiring perkembangan zaman, sekaten dimanfaatkan dalam sektor perdagangan. Sekaten sebagai ladang masyarakat untuk berdagang. Para pengunjung dapat membeli apapun di lokasi, berbagai makanan, minuman, mainan, dan barang lainnya. Sekaten memberi pemasukan devisa yang cukup besar bagi negara, khususnya bagi wilayah Surakarta.
Ditinjau dari nilai pendidikan, perayaan Sekaten dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mata pelajaran bahasa Indonesia. Peneliti dapat menjadikan penelitian sekaten ini sebagai referensi yang menarik. Dinas pariwisata hendaknya memberi rekomendasi untuk menerbitkan buku tentang perayaan Sekaten.
Yuli kusumawati,S.S.,M.Pd.
Guru SMK N 1 Miri Sragen