JATENGPOS.CO.ID, – Saat ini, sudah bukan lagi masa dimana guru mengajar dengan penuh tekanan kepada siswa. Guru tidak hanya memposisikan dirinya sebagai seorang pengajar, akan tetapi juga sebagai sahabat untuk siswanya. Sahabat yang selalu ada di saat siswa membutuhkannya. Kepribadian dan masalah siswa yang berbeda-beda menuntut guru untuk dapat mendengar dan memberikan solusi pada mereka. Memang bukan hal yang mudah bagi guru, tetapi dengan cara inilah yang dapat membuat hubungan batin antara guru dan siswa menjadi lebih dekat. Siswa butuh perhatian, semangat, dan rasa kasih sayang dari gurunya saat berada di sekolah.
Dengan memposisikan diri sebagai sahabat siswa, bukan tidak mungkin akan menciptakan proses belajar mengajar yang efektif, sehingga materi yang disampaikan oleh guru dapat dipahami oleh siswa dengan baik. Sebagai guru, kita juga harus dapat memposisikan diri kapan bisa menjadi sahabat untuk siswanya, dan kapan menjadi guru yang harus dihormati dan didengar pejelasannya. Disaat kita memposisikan diri sebagai pengajar, kita harus bisa memberikan ilmu tanpa harus disertai dengan tekanan kepada siswa. Sebaliknya, ketika kita memposisikan diri sebagai sahabat mereka, kita harus siap mendengar setiap keluh kesah mereka dan memberikan dorongan kepada mereka serta motivasi dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapi.
âMengajar dengan hatiâ sangat tepat dijadikan ilustrasi dalam belajar-mengajar dalam kegiatan belajar-mengajar, hati dan perasaan sangat dominan karena dalam proses belajar-mengajar sesungguhnya sarat dengan emosi. Emosi yang dimaksud adalah emosi positif yang melingkupi empati, perhatian, perasaan, dan cinta sehingga guru memiliki tanggung jawab terhadap apa yang ia ajarkan kepada siswanya.
Memberikan perhatian secara personal kepada siswa sebagaimana seorang sahabat mutlak perlu dilakukan seorang guru. Kegiatan ini bisa saja disisipkan di awal pembelajaran dengan cara menyapa siswa, memberikan pujian, menanyakan kondisi kesehatan siswa, dan hal-hal personal lainnya sehingga siswa merasa mendapatkan perhatian.
Pola hubungan guru dan siswa sebagai sahabat sangat membantu guru dalam memberikan berbagai perasaan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Tugas tidak akan dimaknai sebagai beban, tetapi menjadi sebuah kegiatan yang menyenangkan. Siswa akan memiliki motivasi yang tinggi dalam megerjakan berbagai tugas yang diberikan bila mereka memahami bahwa tugas itu dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya.
Membangun pola hubungan semacam ini harus terus dilakukan tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Bahkan hubungan semacam ini akan jauh lebih efektif ketika dilakukan di luar kelas. Mendengarkan curhat siswa, berolahraga bersama, makan bersama, bermain musik dan bernyanyi bersama atau bahkan jalan-jalan bersama menjadi media untuk membangun keakraban guru dan siswa. Bila kegiatan-kegiatan ini terus dilakukan, kedua belah pihak akan memiliki kesepahaman dan saling pengertian.
Pada posisi ini, guru harus mampu menurunkan egonya supaya bisa sejajar dengan siswanya. Bila siswa masih memosisikan sebagai orang yang lebih tinggi dari siswanya, pola hubungan guru-siswa sebagai sahabat tidak aka pernah terjadi karena pada dasarnya pola hubungan semacam ini membutuhkan kesetaraan. Siswa harus diposisikan sejajar dengan gurunya.
Meskipun sejajar, guru tidak mesti takut akan kehilangan kewibawaan di hadapan siswanya. Justru dalam pola hubungan ini guru akan mendapatkan penghormatan yang tulus dari siswanya. Guru akan dikenang sebagai sosok sahabat sejati bagi siswanya.