Karakter Skill Abad 21 dalam Pembelajaran

Oleh Dr. Eny Winaryati, M.Pd Dosen Pendidikan Kimia Dekan FMIPA Univ. Muhammadiyah Semarang (UNIMUS).

Oleh Dr. Eny Winaryati, M.Pd

Dosen Pendidikan Kimia

Dekan FMIPA Univ. Muhammadiyah Semarang (UNIMUS)

Di era  sekarang ini, guru dituntut untuk dapat menstransfer pengetahuan dan keterampilan pembelajaran abad 21 kepada para siswanya. Ada 4 (empat) karakter skill yang harus dimiliki oleh siswa  meliputi: (1) Critical Thinking and Problem Solving, (2) Creativity and Innovation, (3) Collaboration, dan (4) Communication, yang sering disingkat 4C’s.  Ke-empat karakter skill di atas diharapkan telah  menjadi budaya  bagi guru, dan menjadi karak ter bagi siswa. Kemajuan teknologi berkembang sangat pesat, dan arus informasi mengalir sangat deras. Guru tidak harus menguasai semuanya, namun kapasitas guru sebagai fasilitator memberi peluang yang lebih untuk memberi arahan bagi peserta didik.  Guru memberi motivasi, semangat dan dedikasi bagi para siswanya agar mampu me-filter setiap informasi yang lewat. Siswa dibekali kemampuan memilih, memilah dan menetapkan mana yang terbaik untuk disari dan bagaimana digunakan.

iklan

Pembelajaran di abad 21 ini, menuntut guru dapat menjawab: (1) apa yang dibutuhkan siswa dalam kehidupannya ke depan yang semakin komplek; (2) tantangan apa yang akan dihadapi siswa yang  sangat dinamis dan progresif; (3) kehidupan seperti apa yang harus dijalani oleh siswa agar dapat menapaki realita kehidupan yang sangat beragam ini; (4) keterampilan yang bagaimana agar siswa memiliki kesiapan mengambil keputusan yang dapat memberi kemanfaatan bagi diri dan kehidupannya di  masa depan.

Pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi pijakan bagi seorang guru untuk menentukan  strategi pembelajaran yang dipilihnya, mengarahkan materi yang harus diberikan, serta bentuk motivasi  untuk memberi penguatan bagi siswanya. Selesainya suatu pembelajaran tidak hanya  ditandai dengan nilai yang harus dimiliki oleh siswa, namun kesiapan dan kematangan siswa dalam menghadapi realitas kehidupan di masa depan dengan beragam alternatif pilihan.

Baca juga:  Gubernur Sambut Mahasiswa dan Mahasiswi Baru UNIMUS

Hal ini menjadi dasar pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk melakukan pemecahan masalah, menganalisis dan menetapkan alternatif pemecahan berdasarkan pengetahuan sebelumnya,  pengalaman dan ilmu yang telah diperoleh dari beragam sumber informasi.  Guru bukanlah satu-satunya sumber informasi bagi siswa;  namun yang utama adalah mampu mendorong dan memunculkan  rasa kepo (ingin tahu) serta keinginan untuk mencari tahu pada siswanya.

Ke-empat karakter skill di atas sesungguhnya telah menjadi budaya bagi bangsa ini. Dalam lintasan sejarah perkembangan dan kemajuan pendidikan di Indonesia, terpetik pembelajaran dari para pendahulu kita. Keterampilan memecahkan masalah telah ditunjukkan oleh para pendahulu bangsa ini, yaitu memecahkan persoalan bangsa dengan segenap perjuangan dan pertaruhan nyawa dalam mendapatkan kemerdekaan, yaitu” Indonesia Merdeka”.

Nilai pendidikan yang dapat dipetik adalah selain memikirkan diri sendiri agar memiliki kesiapan dalam  menapaki kehidupan ke depan, juga memikirkan kepentingan dan kemaslahan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kreativitas dan inovasi sesungguhnya telah dilaksanakan oleh para tokoh pendidikan dimasa lalu. Tokoh pendidikan bapak Mohammad Syafe’i, pada tahun 1926 telah menetapkan 5 (lima) bidang garap yang harus kembangkan dalam pembelajaran.

5 (lima) bidang tersebut meliputi: (1) Kemerdekaan berpikir (inovasi/kreativitas); (2) Pengembangan  ilmu pengetahuan, bakat dan potensi diri; (3) Kemandirian dan enterpreunership; (4) memiliki etos kerja yang tinggi; (5) berakhlak mulia. Beliau juga memberikan nilai falsafah bagi dunia pendidikan dengan semboyannya “Jangan minta buah mangga kepada pohon rambutan, tapi jadikanlah setiap pohon menghasilkan buah  yang  manis”.

Pengertian yang dapat disari bahwasanya keberhasilan pembelajaran akan semakin baik, manakala siswa dikembangkan berdasarkan minat dan bakatnya. Dipertegas oleh beliau “Jadilah engkau, menjadi engkau”, mengisaratkan bahwa dengan bakat dan minat yang dimiliki oleh siswa, akan muncul semangat melakukan dan meningkatkan potensi dirinya.

Baca juga:  Unimus Wisuda 512 Sarjana

Falsafah ini telah diadopsi oleh Mas Mentri Nadiem Makarim dengan “Merdeka Belajar, Kampus Merdeka”. Siswa diberi kebebasan menentukan pilihan dan memperdalam berdasarkan bakat dan minat yang dimilikinya.

Komunikasi dan kolaborasi telah menjadi karakter bangsa ini seperti semangat gotong royong, saling menghormati, menghargai pendapat orang lain. Ki Hajar Dewantoro pada tahun 1922 telah menanamkan nilai  momong, among dan ngemong yang dipetik dari falsafah beliau: “ing ngarso sung tuladha (meteladanan), ing madya mangun karso (menyemangati), tut wuri handayani (memberi kekuatan)”.

Falsafah ini memberikan suatu gambaran dalam membangun system komunikasi dan kolaborasi dalam pembelajaran, serta  memperkuat peran guru sebagai fasilitator.  Guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran dengan mendorong sisiwa agar memiliki semangat untuk belajar, memberi penguatan kepada siswa  agar selalu  berprestasi, dan dapat menjadi model bagi para siswanya.

KH Ahmad Dahlan pada tahun 1914 telah memberi contoh model pembelajaran yang sangat menarik. Beliau memberi pembelajaran kepada para santrinya dengan cara mengulang-ulang  1 (satu) surat yaitu Al Ma’un sampai 1 (satu) bulan lebih. Para santrinya merasa sudah paham dan sudah hafal.

Ternyata yang beliau maksudkan adalah tidak hanya sekedar hafal saja namun yang utama adalah dilaksanakannya  tafsir  surat AL Ma’un tersebut,  dengan kata lain  adalah mempraktekkan. Praktik ini memberi bekal penguasaan yang lebih bagi siswa. Siswa akan dihadapkan pada banyak temuan permasalahan, menganalisnya, dan memecahkannya dengan banyak alternatif pilihan.

Baca juga:  Tumbuhkan Literasi dengan Pojok Baca

Paparan diatas mengindikasikan bahwa guru harus memiliki keterampilan menyusun suatu perencanaan berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh siswa. Guru memiliki keterampilan memilih dan menetapkan strategi pembelajaran yang harus dilakukan untuk memberi kemudahan bagi para siswa.

Guru  mendorong siswa untuk menemukan masalah apa yang dihadapi dalam  lingkup kehidupannya yang menuntut untuk diselesaikan. Guru melakukan penilaian dengan mengedepankan siswa sebagai pemilik pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah menjadi ciri pembelajaran abad 21.

Adanya banyak model pembelajaran, yang memberi arahan agar siswa terampil menemukan masalah dalam lingkungan kehidupannya, menemukan sendiri secara kolaboratif kemudian  mencari cara menyelesaikannya  dan menetapkan pilihan mana yang harus diambil. Kesemuanya dengan tujuan memberi kemudahan dan  kemanfaatan bagi kehidupannya ke depan.

Empat karakter skill pembelajaran abad 21 ini sesungguhnya telah menjadi ruh pendidikan dari para pendahulu bangsa ini. Perbedaannya adalah terletak pada perkembangan dan kemajuan teknologi dan informasi (TI). Guru harus bangkit dan siap menghadapi  tantangan  yang ada, dan tidak merasa nyaman dalam zoman amannya. Kemajuan pendidikan harus diperoleh  dengan segenap perjuangan. TI digunakan untuk memberi kemudahan, kenyamanan, kelancaran dan keefektifan pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Aliran informasi yang sangat deras, menjadi sumber informasi yang dapat digunakan sebagai dukungan ilmu untuk memperkutan pemecahan  masalah. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menelusuri, mengkajinya dan menetapkannya untuk dikontruksi dengan pengalaman masa lalu, pengetahuan sebelumnya dan informasi yang diperolehnya kemudian. Alhasil khasana ilmu dan pengalaman yang dimiliki oleh siswa akan semakin kaya dan matang.

Hemmm ………..seperti buah yang sudah matang; mudah dipetik,  baunya harum, enak di makan, jika dijualnya harganya mahal, sehingga  punya bargaining position. (***)

iklan