Menduniakan Bahasa Indonesiadengan Mengindonesiakannya

Yuni Lestariningsih, S.Pd Guru B. Indonesia SMP N 2 Gunungwungkal Pati
Yuni Lestariningsih, S.Pd Guru B. Indonesia SMP N 2 Gunungwungkal Pati

JATENGPOS.CO.ID, – Setidaknya, sudah ada 219 lembaga di 74 negara, baik didalam negeri maupun di luar negeri , yang menyelenggarakan BIPA(Badan Indonesia bagi Penutur Asing) (Wahya dalam Widodo 2010). Pihak pemerintah Republik Indonesia sendiri, melalui Lembaga Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Pusat Bahasa  atau Badan Bahasa Kemendikbud), sejak zaman Orde Baru, sudah berusaha kerasdengan berbagai  kebijakan dan strategi untuk menjadikannya bahasa yang mantap dan berwibawa.dari sekian banyak upaya itu, di antaranya kini telah berhasil didirikan 150 pusat bahasa dan kebudayaan Indonesia di 48 negara , yang bahkan akan terus ditambah (Dharma dalam kompas, 2011). Akan tetapi, kenyataan nya daam perkembangan akhir – akhir ini m justru banyak sekali orang Indonesia sendiri memperlakukan bahasa Indonesia dengan kurang simpatik.

Dalam komunikasi lisan , baik formal maupun non-formalm misalnya, wacana keilmuan, bisnis, dan periklanan, dipaparkan dengan menggunakan bahasa Indonesiayang disisipi dengan banyak sekali unsur bahasa asing. Dalam banyak kesempatan, para pembaca yang orang dengan tempat kegiatan di Indonesia  sendiri banyak sekali menggunakan kata- kata, istilah – istilah, dan bahkan kalimat- kalimat bahasaasing, khisisnya bahasa Inggris, dengan tanpa atau kurang adanya upaya mengindonesiakannya. Dalam komunikasi tulis , tidak sedikit hasil-hasil karyacipta orang Indonesia yang penamaan atau pemberian merknya mnggunakan kata-kata asing.

Baca juga:  SKT Solusi Administrasi Sekolah

Dari satu sisi, situasi seperti itu merupakan wujud ketidakberdayaan  masyarakat Indonesia dalam membendung derasnya arus budaya global. Suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari oleh bukan hanya orang-orang Indonesia. Dari sisi lain, disadari atau tidak, hal tersebut bisa diinterpretasi sebagai wujud pengebawahan (subordinate) bahasa Indonesia oleh orang Indonesia sendiri. Dalam konteks sosiolinguistik, semua itu bisa juga dimaknai sebagai situasi bahasa Indonesia yang masih kurang mengindonesia. Bahasa Indonesia yang disikapi dan diperlakukan sebagai bahasa yang tidak memiliki daya mewadahi berbagai wujud fenomena, entitas, temuan, karyacipta,gagasan, dan pikiran seita perasaan baru; pendek kata: peradaban baru. Lebih ekstrem lagi, bahasa Indonesia dipandang tidak memiliki dampak nilai ekonomi dan pola dan atau gaya hidup tinggi; tidak cukup untuk menjadi kebanggaan

Semua itu tentu semestinya cukup menggelisahkan hati dan pikiran orang Indonesia yang peduli akan kepribadian dan harga diri kebangsaannya.di tengah-tengah bangsa Iain. Bagaimana tidak‘? Ibarat seseorang yang diundang hadir dalam suatu pesta, normalnya, tentulah akan merasa malu apabila pakaian yang dikenakannya terlalu besar atau terlalu kecil.  Sana-sini banyak tambalan, penataan bentuk dan warnanya kurang serasi (mactching), kualitas kainnya rendah, dan sebagainya. Akibatnya, kepribadian dan atau harga dirinya terasa rendah, sehingga kurang simpatik dan meyakinkan.

iklan
Baca juga:  Efektivitas Blended Learning dalam Pelaksanaan PJJ

Demikian pula dengan bahasa Indonesia. Kalau ada kesadaran bahwa bahasa Indonenesia sedang diminati oleh bangsa lain, yang oleh karenanya berpotensi menjadi bahasa intemasional, semestinya bangsa Indonesia juga akan menjadi malu apabila tidak selalu mengupayakan untuk bisa menampilkannya dengan cantik. Dengan cara demikian, dampaknya diharapkan bangsa lain yang melihat, mendengar, dan menggunakannya bisa menangkap dan menghayati nilai-nilai budaya dan kepribadian bangsa Indonesia yang sering meneka anggap santun dan menarik.

Akan tetapi, untukbisa memenuhi persyaratan sepeni itu, omng Indonesia sebagai pemilik semestinyamerawat, memperlakukan, dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,sehingga penampilan fimgsionalnya menjadi mantap, cantik, dan menarik yangmengindonesia. Mantap berkenaan dengan masalah penerapan kaidah semantik dangramatikal, serta prinsip pragmatik-keijasama (Grice, 1975), sedangkan cantikberkaitan dengan persoalan pengimplementasian prinsip pragmatik-kesantunan (Leech, 1985; Bnown & Levinson, 1990).

Baca juga:  Perlunya AnimasidalamPembelajaran IPA

 Scmentaia itu, menarik bergayut dengan segalaikhwal substansial keeksotikan alam beserta unsur-unsur budaya Indonesia lainnya.Apabila ditampilkan dengan memperhatikan tiga hal tersebut, bahasa Indonesia bisadiharapkan akan menjadi bahaya yang mengindonesia. Artinya bahasa Indonesia yangmembawa kepribadian bangsa Indonesia.

Oleh keran itu untuk menjadikannya sebagai bahasa Internasional atau Menduniakannya, bangsa Indonesia harus meng Indonesiakannya dengan “mantap” , “cantik” m dan “ menarik” . “Mantap” berkenaan dengan penerapan kaidah semantik dan gramaikal serta prinsip pragmatik kerjasama , sedangkan “cantik” terkait denga penerapan prinsip pragmatik sopan santun, sedangkan “menarik” bergyut dengan  penyajian substansial keeksotikan alan dan budaya indonesia.

Bangsa Indonesia akankehilangan warisan budaya leluhur yang pada mulanya dipexjuangkan dengan memakanbanyak dan segala macam pengorbanan. Terlebih lagi, ternyata semua itu banyakdikagumi oleh orang asing, karena memang tidak semua bangsa dan negaramemilikinya. Pengalaman masa Ialu, di mana banyak dokumen sejarah dan budayabangsa Indonesia yang dimiliki oleh bangsa dan negara lain, sangat penting untukdijadikan bahan kajian untuk kepentingan bangsa Indonesia kini dan masa depan.

Yuni Lestariningsih, S.Pd

Guru B. Indonesia SMP N 2 Gunungwungkal Pati

iklan