Pendidikan moral seringkali luput dari pandangan guru maupun orang tua masa kini. Hal ini menyebabkan banyaknya siswa yang kaya ilmu, namun miskin moral.
Bagi sebagian orang tua, pendidikan anak berarti memberi ilmu di bidang akademis dan mendapatkan nilai sebaik mungkin. Orang tua berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang mereka anggap bonafit, bahkan tanpa enggan merogoh kantongnya dalam-dalam demi melihat anaknya mengenyam pendidikan di tempat eksklusif. Dengan berada di sekolah terbaik dan nilai akademis memuaskan, sebagian orang tua itu beranggapan bahwa telah berhasil memberikan pendidikan terbaik bagi putra-putri tercintanya. Namun, perlu disadari pula, pendidikan terbaik bukan hanya pendidikan intelektual semata namun pendidikan Agama, Moral, Akhlak dan Budi Pekerti sangat penting diberikan kepada mereka. Dan Pendidikan ini harus dimulai dari Usia Dini, karena pada usia-usia ini merupakan masa pembentukan otak dan karakter seorang anak. Hal tersebut juga terjadi di Guru TK Satu Atap Jogoboyo.
Pengembangan nilai moral untuk anak usia dini bisa dilakukan di dalam tiga ‘tri pusat pendidikan yang ada, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam perkembangan moral, anak di didik dirangsang oleh lingkungan dengan usaha-usaha aktif yang berfungsi untuk merangsang kepekaan nilai moralnya. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang bagaimana dikatakan salah atau tidak baik.
Salah satu lingkungan anak didik tersebut adalah lingkungan sekolah, dimana guru atau pendidik merupakan sentralnya. Guru yang yang ditiru diharapkan dapat memberi dorongan, arahan dan bimbingan kepada anak didik untuk bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.
Guru dan sekolah pun dapat melakukan berbagai cara dalam mengembangkan moral yang baik bagi anak. Beberapa caranya adalah hargai dan tekankan konsiderasi kebutuhan orang lain, ini akan mendorong siswa untuk lebih terlibat dalam aktifitas membantu orang lain. Jadilah contoh perilaku prososial, sebab siswa meniru apa yang dilakukan guru. Misalnya, tindakan guru yang menghibur saat siswa stress kemungkinan akan ditiru oleh siswa lainnya. Ketika guru mengomeli semua siswa sambil berteriak-teriak, mereka kemungkinan akan menirunya dengan meneriki teman-temannya.
Guru, digugu lan ditiru. Ini merupakan istilah Jawa yang mengungkapkan betapa pentingnya peran guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai panutan, sumber ilmu, serta contoh perilaku bagi siswanya. Peran guru sebagai pengganti orang tua di sekolah selayaknya tidak melulu mengajarkan hal-hal akademis, namun juga mendidik sikap dan moral anak didiknya, sebagaimana telah tertulis dalam Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Sutaryanti, S.Pd
Guru TK Satu Atap Jogoboyo Purwodadi Purworejo