Belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Proses belajar mengajar merupakan proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar dari seseorang yang telah mengikuti pembelajaran disebut prestasi belajar, yang dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa baik berupa angka maupun huruf,serta tindakan pada periode tertentu didalam pembelajarannya.
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran disekolah dianggap bidang studi yang cukup sulit oleh siswa, dan masih banyak siswa yang memperoleh hasil belajar kurang memuaskan. Hal ini disebabkan lemahnya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika. Menurut Ruseffendi (Heruman, 2007:1) matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan di dalam proses belajar mengajar antara lain: kondisi siswa, kemampuan siswa, maupun model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Pembelajaran kooperatif dalam matematika dapat membantu siswa meningkatkan sikap positifnya dalam pelajaran matematika. Siswa bisa membangun percaya diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika. Hal ini akan mengurangi bahkan bisa menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang sering dialami banyak siswa.
Think Pair Share berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank dan koleganya dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Mereka mengungkapkan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana pola diskusi kelas. Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu. Adapun tahapan – tahapan yang diterapkan pada Think Pair Share adalah sebagai berikut: Langkah 1: Thinking (berpikir), guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa untuk memikirkan pertanyaan/masalah secara mandiri dalam beberapa saat. Langkah 2: Pairing (berpasangan), selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Langkah 3: Sharing (berbagi), guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan.
Hal ini dilakukan secara bergiliran dari pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan mendapat kesempatan melaporkan.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan metode ini melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, mengembangkan pengetahuan secara mandiri, sikap dan ketrampilannya. Dalam model Think Pair Share memungkinkan terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar sehingga dapat memberikan motivasi siswa dalam belajar, bekerjasama dengan teman secara efektif, berintraksi dengan guru sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Hal ini akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan.
Endah Reknaningsih, S.Pd.
Guru SMP Negeri 6 Purwodadi – Grobogan