Berbicara merupakan aspek penting dalam keterampilan berbahasa, karena dengan berbicara antaranggota masyarakat dapat saling berkomunikasi secara harmonis. Pada umumnya berbicara dapat dilakukan oleh setiap orang, namun hanya sebagian saja yang terampil dalam berbicara. Menurut Tarigan (2008:3) berbicara adalah suatu kegiatan berbahasa yang melahirkan ujaran dan ide untuk disampaikan (didengar) orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan benar. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi tidak salah dapat dikatakan terampil. Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat, juga dapat dikatakan terampil (Soemarjadi, 1991:2). Dari dua pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa berbicara adalah sebuah keterampilan dan keterampilan memerlukan latihan secara terus menerus. Tanpa dilatih, seorang yang pendiam akan terus-menerus berdiam diri dan tidak akan berani untuk menyuarakan pendapat atau isihatinya.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara multak diperlukan, karena berbicara sebagai jembatan penghubung antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa lain, bahkan antara siswa dengan ilmu atau mata pelajaran bahasa Indonesia itu sendiri. Hal ini masih banyak dijumpai pada siswa SMP Negeri 1 Bansari khususnya kelas IX yang masih kesulitan dalam berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan dalam berbicara tersebut, dalam pembelajaran materi menyusun cerita pendek, kompetensi dasar (KD) mengungkapkan pengalaman dan gagasan dalam bentuk cerita pendek, khususnya meteri Menyusun Cerita Pendek, salah satunya menggunakan strategi “Taber” atau Cerita Berantai.
Cerita adalah bagian dari hidup, dan cerita adalah narasi pribadi setiap orang (Subiyantoro,2013:59). Sedangkan kata berantai menurut KBBI (2011:949) adalah, berangkai-rangkai, atau berturut-turut. Dengan demikian dapat diartikan bahwa “taber” merupakan strategi pembelajaran dengan menceritakan sebuah cerita secara berturut-turut antara bagian cerita yang satu dengan bagian cerita yang lain dan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, sedangkan pendapat Nurgiyantoro (2001: 289), bercerita adalah salah satu bentuk kemampuan berbicara yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan yang bersifat pragmatis.
Dalam pembelajaran dengan “taber” ini, siswa melakukan serangkaian kegiatan sebagai berikut: mula-mula siswa dibentuk kelompok-kelompok yang terdiri atas tiga anggota, kemudian masing-masing siswa membaca sebuah penggalan cerita pendek (dalam hal ini) yang berjudul “Sepatu Butut”, kemudian masing-masing siswa secara berantai atau berturut-turut melanjutkan cerita. Seorang siswa memulai dengan melanjutkan cerita dari alur menuju bagian klimaks, dilanjutkan siswa lain yang bercerita tentang apa keputusannya, bagaimana melakukan keputusan tersebut, dan siswa lain lagi melanjutkan cerita bagian akhir dari cerita pendek tersebut. Demikian juga kelompok lain melakukan kegiatan yang sama namun dengan judul cerpen yang berbeda-beda.
Strategi bercerita berantai ternyata cukup efektif dalam pembelajaran materi cerita pendek, siswa tidak hanya fokus pada teor-teori teks cerita pendek saja seperti struktur teks dan kaidah kebahasaannya saja tetapi siswa juga dituntun untuk aktif dan kreatif dalam bercerita. Siswa juga dapat menuangkan imajinasinya sesuai dengan pengalaman dan pengamatan dalam kehidupannya. Tanggapan siswa terhadap model ini juga cukup positif. Hal ini dilihat dari intensitas keterlibatan siswa dalam kelompoknya masing-asing dan juga suasanya kelas yang hidup karena siswa merasa senang dan “enjoy” dalam pembelajaran materi cerpen. Lebih penting dari itu semua adalah ketercapaiannya tujuan menbelajaran sesuai dengan kompetensim inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).
Zaemah, S.Pd
Guru Bahasa Indonesia
SMP Negeri 1 Bansari