JATENGPOS.CO.ID, – Generasi Indonesia emas sudah menjadi istilah yang sangat populer di masyarakat, khususnya yang berkecimpung di dunia pendidikan. Istilah ini menjadi booming sejak Mendikbud pada saat itu, M. Nuh, berpidato pada peringatan Hardiknas 2012 dengan judul “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”. Sejak saat itu, istilah generasi emas begitu nyaring didengungkan dan menjadi spirit nasional yang menyita banyak perhatian. Lantas, apa yang dimaksud dengan generasi emas sebenarnya?
Generasi emas merujuk pada dua pengertian. Pertama, pengertian yang menyasar pada angka 2045 yang merupakan penanda 100 tahun usia bangsa Indonesia. Kedua, pengertian yang mengarah pada generasi muda Indonesia yang akan memimpin Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju pada masa yang akan datang. Keduanya sama-sama benar. Generasi emas mengacu pada tahun 2045 di mana pada masa itu, Indonesia didominasi oleh penduduk yang berusia produktif.
Pendidikan memegang peran penting untuk menjadikan surplus usia produktif ini menjadi bonus demografi. Kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan agar mampu membentuk generasi produktif yang cerdas, berkualitas, berdaya saing, kreatif, dan berkarakter luhur. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diyakini mampu menjadi pilar utama penyokong harapan tersebut. Mengapa demikian? Karena yang dibutuhkan oleh Indonesia 2045 adalah generasi yang profesional dan terampil sehingga mampu mengisi pos-pos yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Dan SMK menyediakan hal tersebut.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah kualitas SMK saat ini sudah sejalan dengan cita-cita besar tersebut. Jika hanya menyiapkan tenaga kerja yang siap bekerja, jawabannya tentu saja sudah. SMK dalam pandangan umum masyarakat merupakan sekolah kasta dua yang diperuntukkan bagi anak-anak keluarga menengah ke bawah yang tidak siap melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Pilihan masuk SMK adalah agar bisa langsung bekerja. Jika dibandingkan dengan lulusan SMA, lulusan SMK memang jauh lebih siap bekerja dan lebih cepat diterima bekerja.
Akan tetapi, tantangan ke depan, yang dibutuhkan tidak sekadar generasi yang siap bekerja sebagai karyawan. Jumlah usia produktif yang berlimpah tentu akan menjadikan persaingan memperoleh pekerjaan menjadi semakin ketat, sedangkan jumlah lapangan kerja semakin terbatas. Indonesia tidak akan maju hanya karena semua penduduknya tercatat sebagai pekerja/karyawan. Yang mampu menyokong kemajuan bangsa Indonesia justru kehadiran usaha kecil, menengah, dan mikro (UMKM). Maka, ke depan, SMK tidak hanya berorientasi pada penyiapan calon tenaga kerja (karyawan), tetapi juga harus mampu mencetak calon-calon wirausahawan (enterprener) yang mandiri dan kreatif.
Mengutip pendapat Slamet PH yang dipublikasikan pada Jurnal Cakrawala Pendidikan menyatakan bahwa secara umum, kondisi SMK menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, SMK hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan siswanya untuk bekerja pada bidang tertentu sebagai karyawan. Kedua, SMK lemah dalam menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan. Ketiga, SMK dianggap masih lambat daya tanggap terhadap dinamika tuntutan pembangunan ekonomi. Keempat, belum optimalnya keselarasan SMK dengan dunia kerja. Kelima, belum ada kepastian jaminan terhadap siswa SMK untuk memperoleh pekerjaan yang layak sesuai dengan bidang keahliannya.
Jika melihat catatan itu, sudah selayaknya SMK melakukan metamorfosis. Ada hal-hal yang perlu direnungkan bersama untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan lulusan SMK. Satu catatan penting yang perlu digaris bawahi dari lima kelemahan SMK saat ini, sekaligus berkorelasi dengan cita-cita membentuk generasi emas Indonesia, SMK harus mampu mencetak calon-calon wirausahawan.
Ada tiga hal yang direkomendasikan untuk mendukung maksud tersebut. Pertama, SMK harus memberikan pelatihan usaha kepada siswa-siswinya. SMK harus mampu menampilkan program-program unggulan yang berorientasi pada peningkatan kapasitas usaha melalui managemen pelatihan what to produce, how to produce, dan for whom. Pelatihan usaha juga bisa dilakukan dengan membuka usaha-usaha kecil mikro di sekolah yang managemen pengelolaannya diserahkan kepada siswa.
Kedua, pengenalan dan penguasaan teknologi informasi. Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini eranya teknologi informasi. Penguasaan yang baik terhadap teknologi informasi akan membuka banyak peluang dan kesempatan kepada lulusan SMK untuk mengembangkan sektor usaha yang ditekuninya.
Ketiga, membangun dan menumbuhkan karakter mandiri, kreatif, dan mau bekerja keras. Seorang wirausahawan dituntut memiliki kemandirian, kreativitas, dan daya juang yang kuat untuk menyukseskan usahanya. Oleh karena itu, siswa-siswi SMK harus dibekali dengan penanaman karakter-karakter luhur yang dibutuhkan dalam menunjang sektor usaha yang akan dikembangkannya.
Berbekal tiga usaha di atas, cita-cita menjadikan lulusan SMK sebagai lulusan yang siap membuka lapangan kerja niscaya lebih mudah diwujudkan. SMK tidak saja mencetak generasi yang terampil dan siap bekerja,tetapi juga berkontribusi aktif bagi berjalannya roda pembangunan bangsa Indonesia di masa mendatang. Dengan demikian, gagasan menjadikan SMK sebagai salah satu pilar penting dalam mewujudkan generasi emas Indonesia 2045 bukanlah isapan jempol. Dengan tekad yang kuat dan kerja sama yang sinergis antara beberapa pihak, cita-cita tersebut dapat segera terwujud, karena SMK Bisa. SMK PASTI BISA.
Tanti Indriati, S.Pd
Smk Negeri 1 Salatiga