Globalisasi dimaknai sebagai dunia satu atap atau dunia batas. Globalisasi yang didukung perkembangan teknologi, alat transportasi dan ilmu pengetahuan seseorang di suatu wilayah dapat mengetahui segala jenis informasi yang tersebar di dunia luar dengan cepat dan mudah. Globalosasi sangat mempengaruhi karakter psikologi seseorang, membuatnya berperilaku sesuai dengan kondisi yang berbeda-beda. Seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara seoarang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitanya dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.
Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus diajarkan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan.
Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.
Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kemudahan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis . Polemik anti-positivis dan anti-naturalis di Eropa awal abad ke-19 merupakan gerakan pembebasan dari determinisme natural menuju dimensi spiritual, bergerak dari formasi personal dengan pendekatan psiko-sosial menuju cita-cita humanisme yang lebih integral.
Di Indonesia sendiri memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dengan mutu yang memadai sebagai pendukung pembangunan. Dengan demikian untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut, maka pendidikan memiliki peranan yang sangat penting.
Hal tersebut sesuai dengan amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan sebagai lembaga sosial yang berfungsi dalam pembentukan karakter manusia yang berbudaya dan melakukan proses pembudayaan nilai-nilai, maka dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia, pendidikan dan kebudayaan dapat menjadi dua komponen yang mendeterminasi satu sama lain. Pengembangan dan kelestarian kebudayaan berlangsung dalam proses pendidikan dan memerlukan pengelolaan pendidikan.
Dalam mengembangkan pendidikan membutuhkan suatu sistem kebudayaan yang dapat mendukung berlangsungnya pendidikan. Sehingga pendidikan membutuhkan stabilitas budaya untuk pengembangan kebudayaan yang akan terpenuhi dari suatu sistem pendidikan.
Harapan dari pendidikan berkarakter adalah tercapainya keseimbangan antara pengetahuan dan moral. Salah satu pendekatan dalam pendidikan berkarakter ialah dengan pendidikan agama yang diterapkan dalam setiap kehidupan akademis.  Kesempurnaan ilmu berlandaskan moralitas akan berkembang jika pengetahuan dan agama dapat diintegrasikan. Karena itu, pendidikan berkarakter merupakan kunci untuk perbaikan sosial dan kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan.
Supiah, S.Pd.SD
Guru Kelas I
SD 3 Karangmalang, Gebog, Kudus